Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Tanya - Jawab “Kedudukan Aset Jaminan Milik Pihak Ketiga Sebagai Boedoel Pailit Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia”
Tanya - Jawab
“Kedudukan
Aset Jaminan Milik Pihak Ketiga Sebagai Boedoel Pailit Dalam Hukum Kepailitan
di Indonesia”
Oleh : Ibu Dr. Hj. Marni Emmy Mustafa, S.H., M.H.
Tentang adanya dualisme putusan yang menyatakan
bahwa:
1. Aset jaminan milik pihak ketiga dalam
perkara tersebut termasuk boedoel pailit; dan
2. Aset jaminan milik pihak ketiga tidak
termasuk boedoel pailit.
1.
Apa pendapat Ibu mengenai Konflik kepentingan
antara pihak ketiga dan kreditor dalam konteks aset jaminan pihak ketiga dalam
proses pengurusan dan pemberesan di Kepailitan ?
Jawaban :
Unsur formal yang melekat pada perjanjian pemberian jaminan
ialah bahwa penjamin menjamin dipenuhinya perikatan pihak ketiga. Isi
perjanjian itu sendiri bisa beraneka ragam. Namun esensi perjanjian pemberian
jaminan itu adalah bentuknya, yakni suatu kewajiban accesoir bagi pemenuhan
suatu perikatan pihak lain yang timbul dari perjanjian lain.
Dalam hal ada perjanjian pemberian jaminan menghadapi
2 (dua) perjanjian :
1.
Perjanjian pertama, yang disebut juga sebagai
perjanjian pokok, yakni perjanjian antara kreditur dengan debitur;
2. Perjanjian kedua, yang disebut juga perjanjian accesoir, yakni perjanjian pemberian jaminan itu sendiri.
Tiada suatu jaminan perjanjian
tanpa suatu jaminan pokok. Dalam hal penjaminan
terjadi konflik kepentingan antara debitur, kreditur, dan penjamin.
Jaminan pada prinsipnya adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur
untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat
dinilai dengan uang.
Jaminan pembayaran terjadi
jika debitur wanprestasi untuk memenuhi kewajiban membayar utangnya jika utang
tersebut tidak dibayar debitur pada saat jatuh tempo dan apabila utang debitur
tidak mencukupi untuk membayar kepada kreditur setelah semua upaya mendapat
pembayaran dari debitur gagal maka akan meminta pertanggung jawaban dari
penjamin untuk melunasi hutang dari si Debitur.
2. Bagaimana Ibu menilai peran aset jaminan pihak
ketiga dalam hubungannya dengan Boedoel Pailit?
Jawaban :
Dalam
suatu kepailitan, dimana Debitur memberikan jaminan asset pihak ketiga sebagai
jaminan atas utang Debitur, jaminan pihak ketiga tersebut merupakan Boedoel
Pailit sepanjang penjamin melepaskan hak
istimewanya maka jaminan pihak ketiga termasuk harta pailit. Apabila Penjamin
tidak melepaskan hak istimewanya, maka harta debitur pailit yang didahulukan,
apabila harta debitur tidak mencukupi baru harta jaminan dijadikan pembayaran
utang.
3.
Bagaimana Ibu memandang perlindungan hukum
terhadap aset jaminan dari pihak ketiga dalam konteks boedoel pailit?
Jawaban :
Perlindungan
hukum terhadap aset jaminan dari pihak ketiga dalam konteks boedoel pailit
tergantung dari konteks perjanjian yang dibuat antara si Debitur dengan pihak
ketiga harus dijelaskan secara tertulis misalnya punya hutang berapa, hutang
itu ke bank, saya menjamin harta ke Bank tapi ternyata saya tidak bisa
membayar. Harus disebutkan secara jelas dihadapan Notaris berapa nilai harta
(misalnya rumah dan tanah) dan berapa yang akan diambil oleh si Debitur,
sedangkan kalau tidak ada perjanjian yang disebut secara rinci serta tidak ada
pelepasan hak istimewa maka harta si pihak ketiga tidak bisa dimasukkan kedalam
boedoel pailit.
4.
Apa Pendapat Ibu tentang apakah regulasi saat
ini sudah cukup untuk mengatasi isu kedudukan aset jaminan pihak ketiga dalam
kepailitan ?
Jawaban :
Menurut saya perlu untuk diperjelas tentang bagaimana regulasi terhadap aset jaminan terhadap pihak ketiga dalam konteks boedoel pailit supaya tidak terjadi berbagai penafsiran apalagi tentang jaminan ini ada beberapa UU yang mengaturnya, ada UU Hukum Jaminan, UU Kepailitan, sehingga diperlukan suatu kesatuan untuk mengaturnya.
5. Bagaimana Ibu melihat konsep keadilan dan
kepastian hukum dalam konteks kedudukan aset jaminan pihak ketiga dalam proses
kepailitan ?
Jawaban :
Tuntutan keadilan mengandung risiko bahwa kepastian hukum akan terlalu jauh dikorbankan. Dalam hal ini harus diperhatikan problematika penemuan hukum bebas oleh hakim dan pilihan yang harus dibuat antara keadilan dengan kepastian hukum dalam menilai atau mempertimbangkan (hasil akhir) penemuan hukum bebas. Gerakan pendulum antara keadilan dan kepastian hukum, hendaknya bermakna bahwa pada akhirnya semua akan dapat diatasi dengan bobot keadilan. Jaminan dari kepastian hukum tidak terletak pada terikatnya hakim pada bunyi undang-undang, tetapi justru pada kebebasan hakim di dalam memutuskan suatu perkara. Bukankah lebih baik memberikan keputusan yang adil ketimbang kepastian yang tidak adil?
6. Sejauh mana pendapat Ibu tentang keseimbangan antara kepentingan kreditor dan pihak ketiga
telah tercapai dalam praktek pailit saat ini?
Jawaban :
Kreditur dan pihak ketiga
tentu ada perjanjiannya yang merupakan perjanjian accesoir , asas- asas yang
ada seperti seperti ajaran itikad baik, kepatutan, dan kelayakan, serta rasa
keadilan diantara para pihak. Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat 3 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata mengandung dua makna : reasonable, sesuai
akal sehat dan just, patut serta adil. Yang pertama berhubungan dengan
perasaan. Itikad baik dalam bidang hukum perjanjian merupakan suatu “paham
keterkaitan” : yang harus dimiliki oleh pihak-pihak yang terikat dalam hubungan
perjanjian. Asas hukum yang menyatakan bahwa para pihak harus diperlakukan
sama, sebenarnya hanya dapat dipertahankan apabila kedua belah pihak memiliki
dalamkedudukan yang sama dan seimbang, baik dari segi pengetahuan tentang hukum
yang dimilikinya maupun dari segi kedudukan ekonomisnya ataau masing-masing Pihak
memiliki equality of arms. Prinsip asas keseimbangan ditujukan pada para
pihak sendiri melalui perjanjian yang menguntungkan kedua belah pihak.
7.
Bagaimana Ibu melihat peran lembaga pengawas
atau regulator dalam mengawasi perlindungan aset jaminan pihak ketiga dalam
kepailitan?
Jawaban :
Yang mengurus boedel pailit
adalah Kurator, tugas kurator didalam membereskan boedoel pailit diawasi oleh
hakim pengawas masalahnya yang terjadi, Hakim pengawas biasanya pindah tugas ke
tempat lain sehingga pekerjaan sebagai pengawas tugas Kurator tidak selesai
pada saat itu akan dilanjutkan oleh pengurus lain sehingga perlu di revisi
aturan pengawasan itu, Hakim Pengawas harus menyelesaikan tugas pengawasan terhadap
kurator yang belum menyelesaikan boedoel pailit, Hakim pengawas juga kesulitan
untuk mengawasi apabila boedoel pailit yang akan diawasi berada diluar
yurisdiksinya.
8.
Sejauh mana pendapat Ibu tentang peran ahli
Profesional, seperti Kurator, dapat memengaruhi perlindungan aset jaminan pihak
ketiga dalam kepailitan?
Jawaban :
Semua yang terlibat dalam proses kepailitan tentunya harus selalu meningkatkan ilmu pengetahuannya dan bersikap correct dan objective dalam memberi perlindungan aset jaminan pihak ketiga dalam Kepailitan sesuai dengan aturan yang berlaku.
9.
Bagaimana Ibu menilai fenomena dualisme putusan
terkait status aset jaminan pihak ketiga dalam hubungannya dengan boedoel
pailit?
Jawaban :
Terhadap fenomena dualisme putusan terkait
jaminan pihak ketiga dalam hubungan dengan boedoel pailit harus dilihat kasusnya
secara teliti, apa yang mendasari putusan karena kasus kadang-kadang tidak sama
satu sama lain, Hakim dalam putusannya menentukan apa hukum dan keadilannya
dalam setiap perkara yang diajukan kepadanya. Melalui putusannya hakim harus
dapat mempertanggungjawabkan kepada para pencari keadilan (yusticiabelen)
khususnya, maupun masyarakat pada umumnya, bagaimana ia telah menerapkan
hukumnya terhadap kejadian/ sengketa tertentu. Selain memutus berdasarkan
hukum, maka hakim sekaligus harus mendasarkan putusannya pada keadilan dan
kebenaran.
Dalam praktek sifat accesoir dari suatu perjanjian pemberian jaminan telah kehilangan artinya. Hal ini disebabkan karena dalam hampir semua perjanjian pemberian jaminan penjamin mengesampingkan haknya agar Kreditur menuntut pembayaran terlebih dahulu untuk melunasi hutangnya.
10. Bagaimana
Ibu melihat peran interpretasi hukum yang menyebabkan perbedaan putusan terkait
status aset jaminan pihak ketiga?
Jawaban :
Hukum mencakup kumpulan aturan-aturan yang relatif terbatas. Ini berarti dan membawa konsekuensi, bahwa akan muncul persoalan apabila hukum yang ada tidak dapat memberikan jawaban terhadapnya. Untuk menghadapi keko-songan hukum tersebut, seorang hakim dalam suatu kasus wajib mengajukan solusi yang paling tepat dalam konteks hukum positif, hakim harus memberikan apa yang menjadi haknya kepada para pihak. Dworkin menguraikan di dalam Law's Empire bahwa akan dibutuhkan bantuan interpretasi untuk memberikan makna terhadap aturan-aturan hukum yang telah ada jika aturan-aturan hukum yang ada, tidak dapat menetapkan apa hukumnya atau memecahkan persoalan. Hakim wajib memecahkan setiap kasus (hukum) dan ini berarti pula setiap kali akan memerlukan penafsiran sebagai semacam pelengkap. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana sikap dari orang yang melakukan interpretasi tersebut, ”We need some account of how the attitude I call interpretive works form the inside, from the point of view of interpreters”. Oleh karena itu, hakim di dalam memecahkan fakta yang ada dan akhirnya memutuskan sikap yang harus diambil yakni memberikan keadilan, sumber hukum seperti peraturan per- undang-undangan disamping, norma, doktrin, kebiasaan dan putusan pengadilan menjadi dasar reasoning dari putusannya. Selain sumber hukum tersebut “point of view” hakim harus dilatarbelakangi dengan moral dan integritas yang tinggi.
11. Bagaimana
Ibu menilai faktor-faktor yang dapat
menyebabkan adanya dualisme putusan terkait aset jaminan pihak ketiga?
Jawaban :
Keputusan hakim yang baik harus dapat memenuhi
2 persyaratan, yakni memenuhi kebutuhan theoretis maupun praktis. Yang
dimaksudkan dengan kebutuhan theoretis ialah, bahwa menilik kepada isi beserta
pertimbangannya maka putusan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan dari
segi ilmu hukum (harus “juridisch en filosofisch verantwoord”), bahkan
tidak jarang dengan putusannya yang membentuk yurisprudensi yang dapat
menentukan hukum baru (merupakan sumber hukum). Sedangkan yang dimaksud dengan
kebutuhan praktis ialah bahwa denfan putusannya diharapkan hakim dapat
menyelesaikan persoalan/sengketa hukum yang ada dan sejauh mungkin dapat
diterima oleh pihak-pihal yang bersengketa, maupun masyarakat pad aumumnya
karena dirasakan adil, benar, dan berdasarkan hukum (dapat diterima secara sociologis).
Berbeda dengan penetapan administrasi yang setiap saat dapat diperbaiki dan ditinjau kembali oleh badan administrasi yang bersangkutan, Putusan Hakim sekali sudah diucapkan tidak mungkin diperbaiki atau ditelan kembali, sebelum menjatuhkan putusannya hakim harus mempertimbangkan segala sesuatunya dengan matang dari segala segi, seobjektif dan seadil mungkin, karena putusannya mengikat pihak-pihak yang bersangkutan dab dapat dipaksakan berlakunya oleh alat kekuasaan Negara.
12. Bagaimana
Ibu melihat peran preseden hukum dalam menyelesaikan dualisme putusan terkait
status aset jaminan pihak ketiga?
Jawaban :
Yurisprudensi dalam negara yang menganut sistem “common law”
dengan hukumnya yang tidak tertulis, menjadi sumber pembentukkan hukum,
sehingga putusan hakim merupakan “existential moment” lahirnya suatu
kaedah hukum (tak tertulis). Putusan-putusan Hakim yang merupakan “Judge
made law” dalam kasus-kasus yang dihadapinya dan karena itu dinamakan pula “case
law”, mengikat para hakim untuk kasus-kasus yang sama, terutama putusan-putusan
Hakim/Pengadilan yang lebih tinggi, sehingga menjadi sistem precedent
atau “Stare decisis” seperti berlaku di negara Anglo Saxon.
Dalam sistem hukum Eropa Kontinental yang diwarisi
negara Indonesia mengatur hukum kita melalui perundang-undangan (hukum
tertulis) yang di-kodifikasikan yang dibuat oleh rakyat melalui badan-badan Legislatifnya,
yakni MPR DPR bersama Presiden di tingkat pusat dan Gubernur/Bupati Walikota
bersama DPRD di tingkat Daerah, maka fungsi/peran yurisprudensi bersifat
suplementer dan komplementer badan legislatif dalam kasus-kasus konkret yang
terjadi dalam pergaulan hidup masyarakat. Putusan Pengadilan belum tentu menjadi
Yurisprudensi, yang menjadi Yurisprudensi apabila mengacu kepada
putusan yang menjadi acuan dalam memutus dengan karakter serupa yang dahulu
pernah diputus dengan karakter perkara yang kini dihadapi oleh hakim. Dalam
praktek peradilan putusan hakim juga bisa berbeda mengikuti perkembangan
masyarakat misalnya putusan Hakim terdahulu berbeda dengan putusan Hakim
sekarang.
Memang sebaiknya terhadap kasus yang sama dan serupa Putusan Hakim itu menjadi seragam agar tidak terjadi dualisme putusan dan terdapat kepastian hukum. Investasi hanya akan masuk apablia Investor bergantung kepada penegakkan hukum secara pasti dan konsisten.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
CONTOH SKRIP ROLE PLAY MEDIATOR DALAM PROSES MEDIASI
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar